“Dok, apa benar solusinya hanya suntik hormon, Dok?” Tanya Pak Bobo sesaat setelah saya menjelaskan tentang kadar testosteron beliau yang rendah. Hemm… sebenarnya, ada tidak ya terapi alternatif bagi mereka yang mengalami hipognadisme seperti Pak Bobo?

 

Secara singkat, hipogonadisme adalah sebuah kondisi dimana kadar testosteron dalam darah berada pada level yang rendah. Hipogonadisme idiopatik yang sangat terkait dengan usia ini terjadi pada hampir 40% laki-laki di atas 45 tahun, dan kini menjadi epidemik kesehatan. Hipogonadisme memiliki gejala yang tidak spesifik meliputi turunnya libido, lelah, konsentrasi menurun, disfungsi ereksi, dan depresi. Lebih jauh lagi, kondisi hipogonadisme ini dapat berimbas negatif pada fungsi tubuh lain yaitu penyakit kardiovaskuler (jantung, pembuluh darah), dislipidemia, diabetes, sindrom metabolik, dan osteoporosis (Ramasamy, 2014).

Penyebab rendahnya testosterone ini dapat disebabkan kelainan pada kondisi testis (kita sebut hipogonadisme primer), dan kelainan pada otak-hipotalamus (kita sebut hipogonadisme sekunder atau hypogonadotrophic-hypogonadism).

Prinsipnya, begitu hormon testosteron diketahui dalam kadar rendah, terapi sulih hormon akan segera disarankan. Terapi ini disebut Testosterone Replacement Therapy (TRT), dan dapat diberikan dalam bentuk krim, gel, patch, dan suntikan. Pemberian TRT ini harus dilakukan dan diawasi oleh dokter yang kompeten. Hal ini dikarenakan ada efek samping pemberian hormon testosteron diantaranya gangguan produksi sperma, ginekomastia (pembesaran kelenjar payudara pada laki-laki), dan polisitemia (produksi sel darah merah yang berlebihan). Tentu efek samping ini dapat dikontrol dan pada beberapa kasus, efek samping ini bisa diterima (worth it!) bila dibandingkan dengan kondisi kesehatan yang diakibatkan dari rendahnya hormon testosteron.

Terkait tentang adanya efek samping yang ditimbulkan dari TRT, pada kasus dimana target terapi tidak hanya hormon testosteron, tetapi juga kemampuan fertilitas (produksi testosteron meningkat dan produksi sperma juga meningkat) maka beberapa dokter (dalam pembahasan ini, Spesialis Andrologi) menggunakan pilihan terapi yang berbeda, diantaranya yaitu clomiphene citrate dan hormon HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kedua pilihan terapi ini dapat meningkatkan sinyal bagi testis untuk memproduksi hormon testosteron yang pada akhirnya testosteron juga akan meningkatkan produksi sperma (tentu hal ini berlaku bila testis normal, atau tidak mengalami kerusakan).

Figure 1 Gambar Skematis Hipotalamus-Pituitary-Testicular Axis. Hipotalamus merupakan bagian dari otak yang terletak di atas pituitary (tidak tampak dalam skema) Sumber: https://ick0blogs.files.wordpress.com/2015/02/21703-lh-testosterone.png

Penjelasan sederhana skema di atas adalah pada laki-laki sehat, otak, dalam hal ini hipotalamus akan mengeluarkan sebuah hormon yaitu GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone), yang ‘memerintahkan’ pituitary untuk menghasilkan hormone gonadotropin yaitu LH (Luteneizing Hormone) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone). Dalam artikel ini kita fokus pada LH yang bekerja ‘memerintahkan’ testis untuk memproduksi hormon testosteron. Setelah testosteron diproduksi, maka hormon ini akan mengalami beberapa proses yang berbeda. Sebagian menjadi testosteron aktif, sebagian berikatan dengan protein, sebagian diubah menjadi estrogen. Laki-laki memang memiliki estrogen dalam jumlah sedikit. Estrogen ini memiliki tugas negative feedback, akan mengirimkan sinyal ke otak untuk menghentikan produksi LH dan akhirnya produksi LH turun. Proses yang sesungguhnya terjadi memang jauh lebih rumit, tetapi saya mencoba menyederhanakan uraian proses agar fokus untuk memahami cara kerja clomiphene citrate.

Nah, clomiphene citrate ini bertugas menempati reseptor dari estrogen. Jadi bayangkan estrogen sebuah anak kunci, dan untuk bertugas di otak, perlu sebuah lubang kunci (reseptor). Clomiphene citrate bentuk dan strukturnya yang mirip dengan estrogen dapat masuk ke lubang kunci (reseptor) estrogen, tetapi tidak bermakna apa-apa. Maka, sinyal estrogen yang harusnya menghentikan produksi LH menjadi tidak bermakna, tidak bekerja, dan pada akhirnya LH akan terus diproduksi, dan testis akan terus ‘diperintahkan’ memproduksi testosteron.

Bagaimana dengan HCG? HCG memiliki fungsi yang sama dengan LH, maka pemberian hormon HCG akan meningkatkan sinyal perintah ke testis untuk menghasilkan testosteron. Maka, baik clomiphene citrate dan HCG memberikan efek yang sama, peningkatan produksi testosteron dan sperma pada testis.

Hal yang berbeda terjadi bila kita memberi terapi testosteron. Otak menangkap sinyal bahwa testosterone sudah banyak dalam tubuh kita (melalui mekanisme negative feedback yang telah kita bahas di atas), yang pada akhirnya, dalam pemberian jangka panjang, akan menurunkan produksi LH, produksi testosteron, dan akhirnya produksi sperma.

Pemberian clomiphene citrate belum terlalu populer karena memang memberikan respon yang lebih lama, secara resmi merupakan obat bagi perempuan sebagai terapi infertilitas (pada laki-laki merupakan obat off-label) dan keterbatasannya pada kondisi kelainan primer testis. Tetapi pemberian obat ini dapat dijadikan alternatif bila kondisi pasien sesuai, karena sediaan yang lebih mudah diberikan (tablet), dan cenderung tidak mengganggu hipotalamus-pituitary-testicular axis. HCG sebenarnya lebih dikenal sebagai alternatif terapi pada hipogonadisme, tetapi sediaan berupa injeksi dan faktor harga juga menjadi keterbatasan yang cukup membuat perbedaan.

Sebenarnya, yang paling penting bukanlah membandingkan antara obat-obat yang telah kita bicarakan, karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Yang harus diperhatikan adalah obat-obat ini seharusnya diberikan dan diawasi oleh dokter yang memiliki kompetensi yang cukup dalam bidang endokrinologi (spesialis andrologi salah satunya), sehingga pemberian terapinya dapat dipertanggungjawabkan.

 

BAHAN BACA

Ramasamy R, Scovell JM, Kovac JR, et al: Testosterone Supplementation Versus Clomiphene Citrate for Hypogonadism: An Age Matched Comparison of Satisfaction and Efficacy. THE JOURNAL OF UROLOGY 2014; Vol. 192, 875-879

Clomiphene Citrate (Clomid) – A Testosterone Therapy Alternative for Men with Low Testosterone Levels. http://shiramillermd.com/