“Dok, saya satu bulan lalu, sewaktu masturbasi, sperma saya berwarna agak kecoklatan. Saya baca itu dikarenakan ada darah dalam sperma saya. Apakah berbahaya Dok?” Tanya Mas Bobo (23 tahun) kepada saya. Hemm… kondisi ini memang ada lho. Mari kita bahas.

Adanya darah dalam cairan semen biasa disebut hemospermia atau hematospermia. Kondisi ini paling sering disebabkan radang non-spesifik pada prostat dan vesikula seminalis. Raviv (2013) menyatakan bahwa kondisi ini dapat disebabkan abstinensia yang lama dan dapat sembuh secara spontan. Hemospermia ini lebih memiliki efek psikologis yang demikian hebat bagi mereka yang mengalami. Kecemasan akan adanya kanker atau penyakit menular seksual biasanya dialami baik oleh penderita maupun oleh pasangannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya data statistik yang menyebutkan 77,5% laki-laki yang baru mengalami keluhan hemospermia ini selama 1-2 bulan sudah memeriksakan diri ke dokter urologi (Ahmad, 2007). Ini menunjukkan tingginya tingkat kecemasan yang ditimbulkan dari keluhan hemospermia.

Di masa lalu, sekitar 70% penderita didiagnosis hemospermia esensial karena tidak diketahui penyebabnya. Kini, sampai 85% dari kasus hemospermia ini telah diketahui penyebabnya, dan sebagian besar tidak berbahaya (Stefanofic, 2009). Meskipun abstinensia yang lama, masturbasi yang berlebihan, dan gaya berhubungan badan yang ekstrim tetap dipertimbangkan sebagai penyebab paling sering, namun pemeriksaan lanjutan yang melibatkan teknologi imaging tetap diperlukan seperti Transuretral ultrasonografi (TRUS). Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab yang berbahaya, seperti kanker.

Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah menyingkirkan pseudo-hemospermia. Pseudo-hemospermia ini dapat disebabkan karena kondisi hematuria yang salah diinterpretasikan sebagai hemospermia. Selain itu, pseudo-hemospermia ini dapat berasal dari partner saat berhubungan (misalkan ketika menstruasi atau infeksi di saluran reproduksi perempuan). Bila telah pasti hemospermia, maka ada tiga faktor yang bermakna dalam mengarahkan penyebab pasti dari hemospermia, yaitu: usia, durasi dan adanya faktor risiko atau gejala penyerta lain.

Pada laki-laki usia di bawah 40 tahun, maka pencarian penyebab diarahkan pada kemungkinan infeksi atau hal yang terkait dengan behavior (gaya berhubungan, frekuensi masturbasi). Sedangkan pada usia di atas 40 tahun, maka dapat dipertimbangkan penyebab yang lebih serius seperti kanker maupun abnormalitas struktural yang lain.

Durasi hemospermia yang hanya beberapa episode dapat dikaitkan dengan kondisi infeksi dan gaya berhubungan seksual. Sedangkan pada hemospermia persisten tentu lebih serius kondisinya yang dapat terkait dengan kanker.

Gejala lain yang dapat mengiringi hemospermia juga dapat memiliki makna yang cukup besar. Adanya keluhan nyeri saat ejakulasi tentu berbeda penyebab dengan adanya keluhan nyeri saat buang air kecil. Gejala penyerta ini harus diutarakan sejujurnya kepada dokter agar pemeriksaan berjalan efektif.

Bagi dokter, pemeriksaan fisik yang teliti juga dapat menentukan keefektifan dalam pemeriksaan. Pemeriksaan testis untuk mengetahui adanya pembesaran kelenjar maupun nyeri tekan sangat bermakna dalam mendeteksi adanya infeksi pada saluran reproduksi.

Pada penelitian terbaru, Raviv (2013) mendapatkan bahwa hemospermia sangat terkait dengan prostat dan vesikula seminalis. Dalam penelitiannya, dari 150 pasien yang terlibat dalam penelitian, abnormalitas struktural yang ditemukan pada penderita hemospermia adalah kista pada vesikula seminalis (24,3%). Kista pada vesikula seminalis ini dapat disebabkan radang kronis atau infeksi. Kalsifikasi pada prostat juga memiliki angka yang tinggi pada penderita hemospermia yaitu 85,2%. BPH (Benign Prostat Hyperplasia) telah diketahui sebagai gejala yang sering mengiringi hemospermia, meskipun angka kejadiannya terbatas pada penderita di atas 40 tahun.

Maka, prinsipnya, hemospermia pada penderita di bawah 40 tahun sebagian besar merupakan kondisi yang tidak berbahaya. Tetapi perlu dilakukan pemeriksaan yang cermat dan teliti oleh dokter yang berkompeten (dalam kasus ini, dokter spesialis andrologi dan spesialis urologi merupakan pilihan yang paling tepat) untuk meredakan kecemasan pederita akan adanya kemungkinan kanker. Pada penderita di atas 40 tahun, diperlukan pemeriksaan yang lebih ekstensif untuk menyingkirkan kemungkinan kanker yang lebih besar meskipun secara statistik, jarang terjadi.

 

 

 

Raviv G, Laufer M, Miki H: Hematospermia—the added value of transrectal ultrasound to clinical evaluation: Is transrectal ultrasound necessary for evaluation of hematospermia? Clinical Imaging 2013; 37: 913–916

Ahmad I, Krishna NS: Hemospermia. Journal of Urology 2007; 177: 1613-1618

STEFANOVIC KB, GREGG PC, SOUNG M: Evaluation and Treatment of Hematospermia. Am Fam Physician 2009; 80(12): 1421-1427, 1428