Archive for February, 2015


“Dok, saya satu bulan lalu, sewaktu masturbasi, sperma saya berwarna agak kecoklatan. Saya baca itu dikarenakan ada darah dalam sperma saya. Apakah berbahaya Dok?” Tanya Mas Bobo (23 tahun) kepada saya. Hemm… kondisi ini memang ada lho. Mari kita bahas.

Adanya darah dalam cairan semen biasa disebut hemospermia atau hematospermia. Kondisi ini paling sering disebabkan radang non-spesifik pada prostat dan vesikula seminalis. Raviv (2013) menyatakan bahwa kondisi ini dapat disebabkan abstinensia yang lama dan dapat sembuh secara spontan. Hemospermia ini lebih memiliki efek psikologis yang demikian hebat bagi mereka yang mengalami. Kecemasan akan adanya kanker atau penyakit menular seksual biasanya dialami baik oleh penderita maupun oleh pasangannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya data statistik yang menyebutkan 77,5% laki-laki yang baru mengalami keluhan hemospermia ini selama 1-2 bulan sudah memeriksakan diri ke dokter urologi (Ahmad, 2007). Ini menunjukkan tingginya tingkat kecemasan yang ditimbulkan dari keluhan hemospermia.

Di masa lalu, sekitar 70% penderita didiagnosis hemospermia esensial karena tidak diketahui penyebabnya. Kini, sampai 85% dari kasus hemospermia ini telah diketahui penyebabnya, dan sebagian besar tidak berbahaya (Stefanofic, 2009). Meskipun abstinensia yang lama, masturbasi yang berlebihan, dan gaya berhubungan badan yang ekstrim tetap dipertimbangkan sebagai penyebab paling sering, namun pemeriksaan lanjutan yang melibatkan teknologi imaging tetap diperlukan seperti Transuretral ultrasonografi (TRUS). Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab yang berbahaya, seperti kanker.

Continue reading

“Dok, apa benar solusinya hanya suntik hormon, Dok?” Tanya Pak Bobo sesaat setelah saya menjelaskan tentang kadar testosteron beliau yang rendah. Hemm… sebenarnya, ada tidak ya terapi alternatif bagi mereka yang mengalami hipognadisme seperti Pak Bobo?

 

Secara singkat, hipogonadisme adalah sebuah kondisi dimana kadar testosteron dalam darah berada pada level yang rendah. Hipogonadisme idiopatik yang sangat terkait dengan usia ini terjadi pada hampir 40% laki-laki di atas 45 tahun, dan kini menjadi epidemik kesehatan. Hipogonadisme memiliki gejala yang tidak spesifik meliputi turunnya libido, lelah, konsentrasi menurun, disfungsi ereksi, dan depresi. Lebih jauh lagi, kondisi hipogonadisme ini dapat berimbas negatif pada fungsi tubuh lain yaitu penyakit kardiovaskuler (jantung, pembuluh darah), dislipidemia, diabetes, sindrom metabolik, dan osteoporosis (Ramasamy, 2014).

Penyebab rendahnya testosterone ini dapat disebabkan kelainan pada kondisi testis (kita sebut hipogonadisme primer), dan kelainan pada otak-hipotalamus (kita sebut hipogonadisme sekunder atau hypogonadotrophic-hypogonadism).

Continue reading